Aktivis Lintas Talenta; Surat Untuk M. Albilalludin Al Banjari
May 21, 2014 at 6:33pm
Salam silaturahmi
kawan...
Hadirnya surat ini
bukanlah apa-apa selainuntuk terus menyambung silaturahmi antara kita yang
semakin jauh tempatkeberadaan kita. Sekalipun masih dimungkinkan kalau kita
bisa bertemu setahunsekali, tapi itu jauh dari harapan. Tapi, dengan teknologi
yang katanya modern,sewaktu-waktu pun rupanya kita bisa saling tukar informasi.
Entah itu,menelpon, kirim sms, menggunakan pesan melalui BBM, atau saudara
sepupu lainnyayang sepaket itu. Bukankah jauh lebih instan? Kujawab saja ‘iya’.
Tapi Al, dengan surat
semacam ini. Apapun yangingin dituangkan olehku, akan terasa ‘plong’. Hampir
saja bisa dianalogikanseperti orang yang melakukan terjun payung –sekalipun aku
tak pernah melakukanterjung payung itu. Terasa lebih bebas untuk mengeluarkan
keluh kesah yangterpendam dalam batin dan mengungkapkan segala jenis pergolakan
pemikiran yangsemakin jenuh untuk berputar-putar dalam otak. Bukankah demikian?
Kuharap kamumengamininya.
Al, membaca up
date-an statusmu di BBMhari Jumat 2 Mei “Pagi, bedah buku Tajur Halang,
Magrib di Bekasi, Isya, subuhdi Tasikmalaya, ponpes Cipasung #semoga barokah”,
sekilas kusimpulkan bahwakamu benar-benar menjadi orang super pada babak baru
di dunia akademikmu kaliini. Aku tak heran jika melihatmu seperti itu, bahkan
aku bersyukur kala kamumemberi tahuku di facebook tentang
pemberitaan kemenanganmu menjadipresiden mahasiswa di Tazkiya yang baru
mengadakan satu jurusan Ekonomi Syariahitu.
Sisi lain, yang
membuatku bangga adalah kamutelah berhasil menerbitkan karyamu yang berjumlah
dua buku. Semoga kedua bukuitu yang akan terus mencambukmu untuk melahirkan
karya tulis, baik fiksi maupunnon fiksi, selanjutnya. Amin. Tapi sangat
kusayangkan, kala kamu kunjungi akupada bulan Februari lalu, saat kamu menginap
di kos-anku yang berbarengandengan waktu aku PKL, kamu tidak membawakan
untukku, satupun. Pun, dengandiriku yang lupa untuk memberimu satu karyaku
sebagai oleh-oleh ataskunjunganmu. Tak lain, karna saat kamu akan meninggalkan
kota Malang, kondisisaat itu memaksamu untuk pergi terburu-buru. Khawatir ulat
raksasa yangberjalan di atas rel akan segera melambaikan asapnya dari stasiun
Kota Lama.
Al, ingatkah kamu saat
belajar menulis dipesantren tua kita itu? Aku justru diingatkan oleh Kurdi yang
saat ini menjadipimred mading MAKTABATI. Saat pencoblosan legislatif kemarin,
dia pulang.Kebetulan rumahnya juga di Malang. Ia sempatkan ke rumahku yang
bertujuan untukmewawancaraiku. Perbincangan lama sebelum wawancara dimulai, dia
berceritatentangmu yang konon akulah yang memakasamu untuk menulis yang kemudiankumasukkan
di mading MAKTABATI itu. Entah, aku sudah melupakan kisah itu. Jikakamu
mengingatnya, sudi kiranya kamu menuliskan kisah itu untukku. Bagaimanapunjuga,
itu adalah sejarah bagi kita pada edisi tulis menulis.
Lalu, kubincangkan pula
kepadamu tentangHMASS. Kali ini, HMASS Malang diketuai oleh Muhyidin yang
terpilih dengan 8suara untuknya dari 17 peserta yang hadir waktu itu.
Sepertinya Muhyidinmemiliki nilai tawar yang akan menjadikan HMASS yang memang
benar-benarbergerak. Tidak hanya sekedar menjadi organisasi yang tidak memiliki
tujuan.Jika sudah dimatangkan untuk memiliki tujuan tertentu, akhirnya akan
adagerakan, tidak pasif. Siapapun yang terlibat dalam HMASS, tentu
mengidealkanyang seperti itu bukan? Tinggal kemauan dari masing-masing anggotanya
yang mauatau tidak untuk melangkah dari konsep yang sudah ditentukan bersama.
Pun kala hari Selasa 29
April 2014 kukunjungiHMASS Surabaya yang juga bertepatan dengan persiapan
mereka untuk mengadakanacara yang mereka sebut halaqoh, aku salut
dengan apa yang merekausahakan demi terciptanya suasana berorganisasi yang
sudah tidak layak lagidisebut dengan paguyuban, seperti sedia kala yang
dikeluh-kesahkan, baik yangterlibat dalam HMASS ataupun yang sekedar menjadi
komentatornya.
Bagiku, orang yang berkomentar
itu sah-sahsaja berlaku. Sebab tak selamanya keruntuhan sebuah peradaban akan
selalumerosot tanpa pembenahan yang lebih baik dan takkan abadi pula kejayaan
yang terusmenerus berlangsung mapan. Suatu saat akan runtuh pula, sekalipun
yang demikianitu tidak dikehendaki. Yang demikian itu sudah menjadi fitrahnya
bukan?Bukankah yang abadi di dunia ini adalah perubahan? Dua sisi pisau
yangsama-sama tajam janganlah dipandang sebelah mata. Begitukah Al?
Sebagai teman yang kala
masih ingusan dipesantren dalam penjajakan kitab-kitab kuning, kita sering kali
tertidur dibilik kecil ustadz Musyaffa’ yang takkan pernah kita lupakan itu.
Kita belajardari pagi hingga siang demi mengetahui ilmu-ilmu alat yang bagi
kita terasarumit untuk dipahami. Bagaimana tidak jika nyatanya rancang hafalan
pun belumbenar-benar kita kuasai, apalagi pemahaman yang amat minim untuk kita
cernadalam ruang kelasisti’dadiyah sebagai angkatan terkahir yang
jamsekolahnya di malam hari. Tapi semua sudah terjawab dengan kesungguhan kita
dibidang masing-masing yang kita inginkan.
Saat aku aktif di dunia
tulis-menulis, kamuaktif di perkumpulan para orator yang disebutJam’iyatul
Muballighin yangmemang mencetak juru dakwah yang hampir tiap malam
jumat dikirim kedaerah-daerah mukim santri. Suaramu yang lantang itu juga turut
menjadikanmusebagai orator yang kiranya tidak lagi membutuhkan alat pengeras
agar didengarorang lain. Apakah gara-gara ini pula kamu terpilih sebagai presma
di kampusmu?Kukira demikian.
Ah, apa yang kamu
lakukan, kamu tetap menjaditemanku. Sekalipun daratan membentang antara kita.
Suksesmu, juga suksesku. Punsebaliknya. Yang tak boleh terlupakan dari kita
adalah untuk saling memotivasidan saling mendo’akan.
Kucukupkan demikian saja
untuk kawan Bilal.
Wassalam
M. Roihan Rikza, Malang
4 Mei 2014
Waalaikum salah
warahmatullahi wabarkatuh.
Tak banyak yang mungkin untuk
aku komentari, karena memang semua aku mengiyakan. Heheh
Sejenak kala aku baca suratmu,
aku terbang pada beberapa tahun silam saat aku masih unyu-unyu dan masih tidak
begitu paham akan luasnya dunia. Dulu aku merasa aneh dan heran, kok bisa orang
buat mading sebesar ini, gimana cara nyetaknya gimana cara buatnya, gimana cara
menulisnya, gimana cara ini dan itu dan lain sebagainya. Itulah aku yang dulu.
Dulu
juga aku sering membayangkan, Andai yang tertulis setelah tulisan “penulis:”
adalah namaku. Namun gimana caranya aku tak tahu. Kadang kala aku memasukkan
tulisan tanganku yang aku anggap bagus untuk bisa terbit dimading-mading yang
aku lihat kala aku sedang santai dan istirahat sekolah, namun semua tidak
pernah ada yang keterima, dan ujung-ujungnyapun tidak pernah tertera namaku
sebagai penulis di mading-mading itu.
Sampai
pada suatu saat, teman kelasku kala aku masih istikdad yang sudah lebih hebat
dan lebih aktif dalam organisasi menawarkan, untuk meletakkan namaku sebagai
penulis, toh walaupun bukan aku penulis dari tulisan itu. Namaku hanya sebagai
pengganti namanya yang sudah sering nampak di mading-mading pondok pesantren
yang kala itu mencapai 12 mading. Yah sungguh menyenangkan. Dan akupun meng-iyakan
untuk itu.
Hingga
pada suatu pagi kalau gak salah, temanku ada yang meledekku “cie tulisannya
yang ada di mading maktabati”, aku masih belum paham apa maksudnya, namun dari
ledekan itu membuatku mampir ke mading maktabati yang di letakkan di timur
perpustakaan sidogiri kala itu, dan benar disana ramai dengan anak-anak yang
membaca mading yang baru di update itu. Dan akupun meneruskan untuk mandi dan
tidak melihat mading dikala itu. Dan setelah mandi aku sempatkan untuk melihat
mading itu, dan benar, namaku terpampang sebagai penulis, “aku merasa bangga,
toh walaupun bukan aku penulisnya hehehe, tapi setiap aku lewat di mading itu,
aku selalu melihat namaku dan mungkin darisanalah aku termotivasi untuk terus
menulis. Dan menulis, hingga akhirnya sampai saat ini, telah menerbitkan 2 buah
buku, toh walaupun masih belum sempurna.
M.
Raihan Rikza, ya dialah orangnya, dialah yang mengajarkan aku menulis dan
senang dengan tulis menulis, dan mungkin karena dia jugalah, sehingga setiap
terbitan di mading HIMMAH tulisanku selalu nampang. Sehingga akhirnya, aku
menjadi redaksi, sekretaris redaksi dan ujung-ujungnya aku menjadi pimred di sana.
Ya guru pertama yang menginspirasi, orang yang selalu semangat dan terus
menggebu untuk maju, itu yang ku temukan dalam dirinya dan itu masih tetepa ada
dalam dirinya saat aku mengunjungi kontrakannya di Malang.
Kala
aku kesana di sedang KKN, dan sibuk dengan itu, yah, terus emangat dengan
bukunya terus semangat dengan cita-citanya, dia pernah bercerita akan menjadi
wartawan, di radar malang, namun yang agak sedikit membuat aku tercengang, dia
bercerita telah memasukkan surat lamaran di BMT cabang Malang, toh walaupun
sebuah aib, namun disanalah mungkin dia akan berkiprah.
Kawan,
terus semangat, dimanapun kamu berada, kamu teteplah sebagai guru dariku dalam
tulis menulis, guru dalam mencintai kebaikan, guru dalam mencintai membaca
buku, guru yang terus memotivasi Bilal dari seorang anak yang culun dan aneh
kala itu menjadi anak yang tumbuh dan terus besar sehingga sekarang. Kawan dimanapun
kamu berada, kamu adalah bagian dalam hidupku, bagian yang menjadikan Bilal
berproses, menjadikan Bilal terus belajar dan terus bergerak untuk lebih baik
lagi.
Kawan
sekarang kau telah lulus dengan S1 mu, sekarang kau telah menjadi orang disana.
Telah menjadi guru yang hebat yang memberi kenangan, terus tumbuh dan terus berkembang.
Kawan,
ku harap suatu saat kelak, kita sama-sama duduk ditempat yang tinggi, dengan
banyak permadani disana, duduk dengan gagah, duduk dengan sempurna, duduk
dengan hebat untuk memberikan hal yang terbaik untuk indonesia khususnya dan
untuk dunia umumnya.
Kawan,
mari kita explore kelebihan yang kita punya, mari kita explore apapun dalam
diri kita sehingga kita benar-benar menjadi orang yang berjalur dalam passion
yang kita miliki dan bisa memberikan hal yang positif.
Kawan,
Bilal telah mampir ke kosanmu disana, ku harap kamu juga kamu berkenan untuk
mampir ke kosanku di sini.
#aku
yang merindukanmu di Bogor
M. Abilaluddin al-Banjari
CEO:
BilalGrup, Motivator, Entrepreneur
Itu
doaku kawan, semoga kau juga memposisikan diri disana dengan posisi yang nomer
satu. Seperti yang sering di katakan Chairul Tanjung CEO : CT Corp, “jadilah
nomer 1 dibidangnya, jika tidak,
tinggalkanlah, ditambahi oleh Bilal “Dunia ini masih sangat luas, untuk
kita menjalani apa yang sesuai passion kita” hehhehe
No comments:
Post a Comment