Memahami “what?”, “Why?” dan “How” akan melejitkan amal
ibadh seorang muslim.
Menyadari kedzaliman adalah salah satu cara “Strong Why?”
untuk berdakwah mewujudkan islam.
Bagi banyak manusia, ancaman terkadang menjadi “Why?” yang
sangat kuat untuk bergerak.
Muhammad Alfatih dididik dengan satu tujuan semasa kecil,
penaklukan konstantinopel
Why must I doing this? Kenapa aku mesti melakukan hal ini?
Tidak memiliki tujuan yang pasti dalam hidup sama seperti
lari dalam lingkaran yang tak habis.
“what?” memberikan kita tujuan gairah dan semangat untuk
mencapainya
Habist seperti spiral, hanya ada dua pilihan didalamya,
bertambah besar atau bertambah ciut.
Setiap kita mempunyai satu pengalaman baru atau satu
informasi yang belum kita terima sebelumnya, maka otak kita akan membuat
koneksi baru.
(instaling habbits)
Sebagian rasa takut juga dari pembiasaan
Pemain basket yang melakukan lemparan bebas juga
mempraktikkan “muscle memory” dalam satu penelitian disampaikan bahwa pemain
yang memiliki akurasi 85% telah melakukan lebih dari 500.000 lemparan bebas
sepanjang karirnya.
Otak ibarat komputer yang memproses lebih cepat suatu memori
yang sering diakses.
LATIH, (ayah), ULANG (ibu) HABITS (anak)
Ibu dari semua keahlian adalah repetisi (pengulangan) dan
ayahnya adalah practice (latihan).
Habits adalah pelayan kita, pekerja kita seandainya kita
telah cukup mengajarinya maka mereka akan melakukan hal itu secara otomatis.
Sungguh menyenangkan tentunya, apabila kita bisa
memanipulasi habits ini unutk tujuan kita. Bukannya malah membiarkannya
mengendalikan hidup kita.
Cara pikir menentukan kecendrungan cara pikir juga
menghasilkan keyakinan dan keyakinan membentuk perbuatan. Maka perbedaan cara
pikir akan membuat perbedaan amal.
Dalam bela diri, yang dilatih adalah pembiasaan sehingga
gerakan beladiri menjadi sebuah refleks.
Bagi profesional melakukan hal istimewa adalah hal yang
biasa.
Orang yang lebih bagus mentalnya akan lebih “beruntung”
entah di rektru orang ataupun membangun usaha sendiri. Yang tertinggal adalah
orangyang tidak pernah mau berusaha untuk menjadi beruntung.
Ciptakan keberuntungan dengan habits jangan menunggu keberuntungan.
Kamu muslim, begitu juga saya, kamu penulis sebagaimana
saya, kamu pengemban dakwah sayapun juga, kamu menyukai sejarah begitu pula
saya, kamu tertarik pada muhammad Al-Fatih dan saya lebih tertarik
kepdanya. Selama jalan kita sama, kita
pasti akan bertemu cepat atau lambat.
Dua orang dengan pilihan yang sama, dan visi yang sama,
mencintai pada Dzat yang sama, Allah swt, cepat atau lambat pasti akan
berjumpa.
Kurang lebih, keberuntungan adalah hasil kali antara
persiapan kita dan kesempatan.
Anytime you see someone more successful than you are, they
are doing something yuo aren’t (Malcom X)
CARA MEMBUAT HABITS YANG BARU
1.
Mulai dari yang kecil
Mulailah habits baru kita dengan
hal-hal kecil terlebih dahulu, memato target yang terlalu tinggi hanya akan
menghasilkan jenuh dan putus di tengah-tengah.
2.
Temukan tempat habits
Untuk melatih sebuah habits harus
menyisipkan habits itu pada habits yang sudah solid.
Kuncinya adalah kata “Setelah”,
misal saya akan menulis blog, setelah shalat subuh.
3.
Berlatihlah terus
Pada awalnya, mungkin kita akan
sering-sering lupa untuk melaksanakan habits baru, maka buatlah pengingat
dimana-mana tempat biasa kita beraktifitas.
Atau meminta teman untuk selalu mengingatkan
tentang habits yang akan kita latih.
Untuk menjadi ahli dalam bidang yang kita piih yang dia
pilih apabila telah berlatih 10.000 jam di bidang itu.
Jika berlatih 3 jam sehari dala bidang yang ingin kita
kuasai, maka perlu 10 tahun bagi kita untuk mencapai 10.000 jam itu. Bila kita
ingin 5 tahun menjadi seorang ahli, maka haruslah latihan itu kita tingkatkan 6
jam sehari.
Betul kata pepatah “easy come easy go, everything that came
with an istant will gone in an istant, there’s no such things as ujug-ujug”
maka mulailah berlatih dan mengulang mulai dari sekarang. Practive and
repetition.
Semakin sering kita mengulang dan melatih suatu hal, maka
akansemakin efisien kita mengerjakannya, itu berarti waktu yang lebih singkat
dan energi yang lebih rendah yang kita keluarkan.
Saat awal kita yang mengendalikan habits, samapi satu saat
ia mungkin takkan dapat dihentikan.
Diferensiasi meniscayakan adanya perbedaan yang signifikan
perbedaan yang dihargai, perbedaan yang memiliki nilai.
Seharusnya kita memiliki keahlian spesial masing-masing
sehingga kita “terpakai” dalam ladang dakwah ini.
Pilih salah satu keahlian, luangkan waktu lebih banyak waktu
kita untuk menguasainya, dan patikan tidak ada yang lain yang lebih baik
daripada anda dalam melakukan keahlian itu.
Life is not fair
Mengapa harus menjadi yang terbaik? Karena saya perlu
memberitahu satu hal. Duni ini tidak adil kawan. Dunia selalu memperhatikan
sebagian orang sementara benar-benar cuek terhadap sebagain yang lain.
Habist laksana spiral, adapun naik ataupun turun itu adalah
pilihan.
Dalam banyak hal menjadi berbeda itu bagus, dan tentu kita
akan di ingat oleh orang. Sekali lagi dunia tidak adil, dan dunia hanya bisa
mengingat beberapa nama saja, namun tidak semua manusia. Yang diingat oleh
dunia hanya yang dapat keluar dari kerumunan. The outliers.
Sedang yang
biasa-biasa saja, yang tidak di ingat oleh dunia. Yang tertnggalkan waktu, ita
namakan saja out of order.
Menjadi istimewa sehingga pat berkontribusi maksimal dalam
dakwah.
Dalam dakwah, kita diposisikan mejadi qaid (pimpinan dan
contoh) bagi ummat. Oleh karenanya, harus ada sesuatu keahlian yang dipandang
oleh umamt, yang membuatnya percaya dan yakin bahwa kita layak untuk
mengarahkan perjuangan mereka, layak menyandang gelar pewaris para nabi.
Bagaimana bisa kita menadi qaid apabila ummat pun tidak mengenal dan tidak
mengetahui siapakita dan apa yang kita dapat lakukan, bahkan tidak mengingat
kita sama sekali.
Tiada perjuangan tanpa pengorbanan.
Pengorbanan memang melahirkan rasa sakit, namun kita harus
memahami pula bahwa rasa sakit adalah bahan utama pembentuk the outliers.
Kemustahilan adalah gabungan dari hal-hal yang mungkin bila
kita mau melakukan yang mungkin maka kemustahilan akan menjadi mungkin.
Impossible is a sum of possibilities, if we are willing to do the possibilities, then
impossible is nothing.
Tidak ada seorangpun yang terlahir dengan bakat berdakwah.
Seorang pendakwah yang paling ideal pasti adalah pendakwah yang payah pada
awalnya.
Yang membedakan antara yang ideal dan yang payah hanyalah
kerelaan mereka untuk menjalani proses dan bertumbuh didalamnya, setiap hari.
Ingat setiap hari.
Bertumbuh setiap hari, lebih baik 1% saja sehari, dalam satu
tahun kita bertambah baik 365%
Kendalikan habits anda, dan insyaallah anda akan
mengendalikan kehidupan kita. Kendalikan habits atau hibits yang akan
mengendalikan hidup anda.
Action adalah pertanda kesungguhan, ia pembeda antara impian
dan khayalan. Juga pembeda antara orang yang munafik dan yang beriman. Perhatikan
ucapandari ibnu qayyim “Perbedaan antara impian dan kenyataan adalah bahwa
mengkhayal melibatkan kemalasan, dimana seseorang tidak berusaha ataupun
berjuang untuk yang dia inginkan. Impian akan mengharuskan seseorang berjuang,
usaha dan tawakal. Yang pertama ibarat berharap tanah akan membajak dan menanam
sendiri untuknya. Sedang yang kedua benar-benar membajak menanam dan berharap
tanaman tumbuh”. (Madaarij As-Salikin)
Talk is ceap, but action is priceless. Berbicara itu murah,
namun amal perbuatan tidak ternilai harganya. Mengapa banyak orang yang memiliki
banyak ide tetapi hanya sedikit yang
benar-benar mendapat manfaat dari satu ide? Betul sekali, karena hanya sedikit
yang mau take action.
Tujuan dari habits menyampaikan bahwa action speaks louder
than motivation speak. Bahwa lebih penting beramala daripada hanya termotivasi,
syukur-syukur kita bisa termotivasi lalu beramal.
Buatlah satu kondisi sehingga kita terpaksa menjalankan
latihan dan pengulangan kita.
Sampai yang paling ekstrem mengumumkan habits baru kita pada
publik dan menyediakan sanksi bagi diri kita sendiri apabila kita melanggarnya.
Awalnya memang mungkin terasa sulit da ntidak nyaman, namun
pemaksaan juga insyaallah tetap akan mewujudkan habits. Ingat asal ada ayah
dadn ibunya, habits akan terbentuk. Practice dan repetition.
Unreasonable fear, ketakutan yang hanya ada didalam bayangan
kita saja, tak mewujud dalam kenyataan.
Ada juga yang menunda action karena mengkhawatirkan segala
sesuatu yang mungkin muncul. Kebanyakan kita memututksn kita telah gagal tanpa
sekalipun mencoba, sepertinya ketakutan telah membunuh rasa penasaran dan
bahkan mematikan harapan. Ketakutan-ketakutan yang tak beralasan, yang
seolah-olah di bckup dengan logika benar-benar telah membuat kita merasa “lebih
baik kalah daripada mengambil kemungkina untuk menang”,
Sebuah penelitian menyampaikan bahwa 90% daripada apa yang
dikhawatirkan orang tidak pernah menjadi kenyataan. Artinya diantara ketakutan-ketakutan
kita yang membuat kita menunda action, mungkin hanya satu yang jadi kenyataan.
Gila, sinting, edan, mengkhayal, mimpi, stres, utopis,
berangan-angan, dan sebgainya, itulah
yang disematkan pada orang yang visioner.
Kebanyakan manusia hanya melihat dengan mata mereka, namun
tidak dapat melihat lebih darpada itu. Sedangkan visioner mampu melihat lebih
daripada matanya. Dia melihat dengan akalnya, dengan keimanannya.
Terbukti dunia selalu diarahkan oleh orang yang visioner. Sementara
orang-orang yang pragmatis mengikutinya.
Visioner menjadi satu sikap mental wajib bagi para pengemban
dakwah. Meyakini visi yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya, serta berjuang
sekuat tenanga karenanya tidak akan dapat dilakukan maksimal apabila kita tidak
visioner.
Seandainya Rasulullah tidak memberikan visi pada sahabat,
tentu islam takkan besar seperti saat ini.
Seorang muslim bukanalh orang yang mudah yakin atas sesuatu
yang mereka lihat dengan mata, sebaliknya mereka cendrung melihat sesuatu
berdasarkan dengan apa yang mereka yakini.
Memiliki visi besar berarti siap untuk di katakan sebagai
orang gila.
Sesungguhnya tidak ada impian yang terlalu tinggi, yang ada
hanyalah kemalasan bertopeng pesimisme.
Ada dua kemungkinan bagi visioner, apakah dia gagal
mewujudkan visinya dan sedikit dihna dan diolok. Atau dia berhasil
mewujudkannya dan mendapatkan banyak kemulyaan. Yang manapun yang terjadi tetap
saja dia akan diingat oleh orang lain. Namun hanya ada satu kemungkinan bagi
orang prgamaatis, tak ada yang mengingat mereka.
Mempunyai visi mempermudah kita untuk menciptakan suatu
habits.
Kejadian mungkin adalah takdir, namun meresponnya adalah
pilihan yang ada pada manusia.
Suatu peristiwa pada hakekatnya tidak memiliki nilai yang
baik atau nilai yang buruk sampai kita menggunakan standar kita untuk menilai
baik atau buruknya. Kita tidak akan pernah tahu kemana angin akan bertiup,
namun kita jelas punya pilihan untuk mengendalikan layar kapal.
Tidak semua orang sadar akan kemampuan yang istimewa ini. Sering
kali manusia tidak sadar bawah mereak memiliki kendali atas apapun yang terjadi
pada mereka. Sebaliknya mereka justru menjadi korban atas kejadian itu.
Tipe pesimus, adalah orang-orang yang yang tidak dapat
mengendalikan dirinya sendiri, tidak bertanggung jawab atas apapun yang terjadi
pada mereka. Dan senjajta paling hebat pada orang-orang semacam ini adalah
alasa. Excuses.
Para pesimus selalu mencari cara agar dirinya lepas dari
tanggung jawab dengan mencari kambing hitam sebagai tempat menumpahkan tanggung
jawab. Ketika mereka menyalahkan “macet” sebagai alasan terlambat pada
hakekatnya ereka ingin berbicara “bukan salah saya terlambat, macetlah yang
salah”.
Dengan mereka melakukan itu, maka mereka melepas kendali
atas diri mereka, menganggap diri mereka adalah korbanm dan tanpa sadar menekan
tombeol off pada otak mereka untuk mencari solusi agar tidak terlambat pada
pertemuan yang lain.
Selain itu, biasanya mereka juga melengkapi 2 penyakit awal
alasan dan salahkan dengan benarkan diri sendiri. Justifikasi, “yang lain juga
begitu” mereka kan gak tahu kesulitanku”.
Optimus mempunyai habits sebaliknya, mereka selalu mengambil
kendali keadaan walalupun hal itu terbukti sering menyulitkan dirinya. Namun,
bukankah kesulitan akan menimbulkan keahlian? Kita sudah membahasnya pada bab
yang lalu.
Para optimus akan bertangung jawab aatas sesuatu yang berada
dalam kendalinya. Dia belajar dari kesalahan dan berpikir keras bagaimana agar
kejadian itu tidak terjadi pada masa depan. Mereka berkembang karena otak
mereka berada pada posisi ON.
Optimus tidak akan membenarkan kesalahannya karena dia
memahami pembenaran atas kelalaian dan kesalahan adalah bagian dari perbuatan
syaitan. Dia mengambil kendali dan belajar dari kelalaian dan kesalahan.
Islam tidak pernah menyuruh kita memikirkan perkara-perkara
yang tidak berada dalam kendali kita. Islam mengajarkan agar kita fokus pada
perkara yang berada dalam kendali kita.
Orang yang bertangung jawab sebagaimana tipe optimus akan
selalu menenmukan jalan kelauar dari suatu pristiwa, ia akan memikirkan. Sedang
pesimus menganggap bahwa masalah ada pada yang lainnya sehngga ia tidak perlu
repot-repot memikirkannya.
Pesimus menyalahkan kesalahan
Optimus belajar dari kesalahan
Habits membuat alasan ini sangat berbahaya. Bahkan bisa
menghancurkan kehidupan orang yang memilikinya. Karena hampir sebagian besar
orang gagal karena alasan. Orang yang memiliki banyak alasan selalu merasa
bahwa kesalahan bukan ada pada dirnya, dan sama sekali menutup kemungkinan itu.
Sebaliknya, bagi kesalahan selalu ada pada orang lain.
Pernghargaan tidak akan pernah datang kepada seseorang yang
pandai membuat alasan. Jangan berhara,
karena tidak yang didapat orang yang beralasan kecuali kegagalan yang
jauh lebih besar.
Alasan, adalah ciri gagal karena pencari alasan tak pernah
belajar.
Cobaan dalam
membentuk habits,
1.
Mendingan, atau daripada. “sudahlah
berhenti menulis, mendingan kamus sudah nyobain nulis daripada yang lain gak
sama sekali”
2.
Yang lain juga begitu. “ah
gak papalah merokoh, yang lain juga begitu, emang kamu aja yang maksiat, yang lain juga begitu kok”
3.
Sekali ini aja “aku kan
sudah 30 hari melakukan ini, jadi sekali ini sajalah kan gak papa”
4.
Ini yang terakhir deh
Semua itu, cobaannya, lucu ya, dan emang benar kayaknya
begitu. Hehehe
Penghargaan akan datang pada seseorang yang memiliki banyak
kekurangan, memiliki banyak alasan untuk gagal, namun mereak tidak
menghiraukannya. Mereka menembus batas harapan orang pada mereka. Beyond expectation
Mau mendaftar yang manapun, alasan gagal atau alasan sukses,
keduanya memerlukan waktu dan juga menguras fikiran.
Mau atau tidak mau, kalau mau 1000 usaha, kalau tidak mau
1000 alasan.
Permasalahannya dari sedari dulu, selalu saja, bukan
terletak pada bisa tau tidak bisa. Tapi lebih kepada mau atau tidak mau.
No comments:
Post a Comment